Wednesday, April 29, 2015

Mune dan Heddo

Aku Heddo, aku adalah tipe orang pemikir, aku sangat sayang kepada Mune, sahabatku. Aku tidak pernah ingin melihatnya terluka, tapi ia tidak pernah mendengarkanku. Aku heran kenapa ia terus-terusan memaksakan sesuatu, sesuatu yang sudah jelas tidak masuk akal untuk dilakukan. Seperti ketika dia menyukai seseorang, dia terus-terusan mengharapkan orang itu padahal orang itu tidak memperdulikannya, dan hanya membuatnya terluka. Atau ketika dia menginginkan sesuatu, kenapa dia begitu ingin memilikinya, hasratnya terlalu besar, dia seperti tidak berfikir, aku selalu menasehatinya tapi ia begitu angkuh untuk mendengarkanku. Dia begitu kekanak-kanakan, hanya melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensinya, dan aku selalu mengalah untuknya.

Berbeda denganku, aku selalu berfikir jika melakukan sesuatu, aku memikirkan untung dan rugi, sebab akibat dari semua perbuatanku. Aku tidak pernah mau melakukan sesuatu yang hanya menyusahkanku. Banyak yang bilang aku tidak punya perasaan, terlalu rasional, terlalu banyak teori, bahkan ada yang bilang aku bukan manusia, karena aku jarang melakukan kesalahan, tidak mau mengalah dan lainnya. Tapi aku tidak pernah perduli apa yang mereka katakan kecuali jika Mune yang mengatakannya. Dia berkata “Dasar bodoh! Kau terlalu banyak berfikir! Lakukan sajalah biar kau tau rasanya!!” lucu dia menyebutku bodoh padahal dia yang bodoh, tapi dia benar, apa yang dibilangnya tidak selalu salah.

Pernah suatu hari aku membaca buku catatannya, aku menemukan tulisannya yang berbunyi:
“Halo aku mune, aku penuh dengan keinginan dan perasaan. Aku mengajarkan Heddo bahagia dan sedih. Aku tau benar bagaimana caranya membuat diriku senang. Aku tidak egois, Heddo yang selalu melarangku seperti ini dan itu karena dia takut aku terluka. Aku tidak takut terluka jika apa yang aku inginkan bisa aku dapatkan. Heddo selalu saja melarangku, memarahiku. Aku tau dia sahabatku, dan aku tau dia benar, tapi ini urusanku, keinginanku harus dipenuhi, bahkan jika harus membuat diriku terluka itu tidak pernah jadi masalah.”
 Bisa-bisanya dia berkata seperti itu, bisa-bisa nya dia membenciku padahal dia tahu kalau aku benar. Aku tidak bisa membiarkan dia terluka dan aku juga tidak pernah bisa meninggalkannya, aku terlalu menyayanginya. Bagaimanapun, dia sahabatku, dia yang mengajariku merasa bahagia maupun sedih, dia yang mengajariku untuk perduli kepada orang lain, dia mengajariku bagaimana sebenarnya hidup ini, dengan semangatnya yang seperti tak pernah habis.

Jika kamu membaca ini, Mune, aku menyayangimu, aku terus akan melarangmu meskipun kamu tidak menyukainya, lagipula kamu juga gak bakal bertahan kan tanpa aku? Aku ingat ketika kamu sudah terlalu lelah berusaha, kamu akhirnya mendengarkanku, dan semuanya baik-baik saja. Begitu juga aku, aku membutuhkanmu, kalau aku hidup tanpa kamu aku hanyalah sebuah mesin, yang tidak mempunyai perasaan, tidak mempunyai semangat, tidak hidup. Aku butuh kita berjalan beriringan, sahabatku.

Heddo, 29 April 2015


*Mune dan Heddo sebenarnya bukan manusia, Mune () dalam bahasa jepang berarti dada (hati), sedangkan Heddo (ヘッ)  berarti kepala (otak). Dua hal yang selalu bertentangan, dimana otak lebih sering kalah. Konflik yang tidak pernah habis bukan berarti mereka tidak membutuhkan satu sama lain. Mereka berdua hanya perlu menemukan keseimbangan.

No comments:

Post a Comment