Tuesday, May 19, 2015

REVIEW: Wolfmother - Wolfmother / Self Titled




Wolfmother adalah band yang berasal dari Australia, Album yang dirilis tahun 2005 sedikit membuat saya bingung untuk membahasnya karena album ini mempunyai beberapa versi, yaitu Australian Version, International Version, dan US version. Setelah memastikan ternyata saya mendengarkan yang International version. Band ini berformasikan 3 orang, Andrew Stockdale (Lead Vocal/Lead Guitar), Ian Peres (Bass/Keyboard/Backing Vocal) dan Vin Steelde (Drums).

Baru saja album ini diputar, rasanya saya seperti sudah pernah mendengarnya, lalu saya teringat The Sigit, ya benar saja musik yang mereka mainkan sangat mirip dengan The Sigit, bahkan vokalnya. Lalu terlintas pikiran kenapa musik mereka mirip? Apakah The Sigit meniru Wolfmother? , ataukah Wolfmother yang meniru The Sigit? Tapi setelah saya cari tahu sedikit, The Sigit aktif sejak tahun 2002 sedangkan Wolfmother aktif sejak tahun 2004. Karena tidak ingin menuduh, saya simpan dulu pikiran itu dibenak saya, saya dengarkan dengan seksama album ini, barulah saya merasakan perbedaan antara The Sigit dan Wolfmother, ketika The Sigit terdengar lebih kasar dan brengsek (mungkin karena influence punk Rekti Yoewono), Wolfmother seperti versi lembut dari The Sigit. Kata-kata ‘Jangan menilai terlalu cepat’ sepertinya memang benar.

“Dimension” lagu pertama dialbum ini adalah lagu sepangjang 4:08 menit dengan aroma Hard Rock yang khas, sedangkan “White Unicorn” berdurasi  panjang, yaitu 7:44 menit dengan nuansa psikadelik yang sangat terasa, terutama di menit 4:26 sampai 6:44. Setelah beberapa lagu yang temponya bisa dibilang tidak cepat, “Apple Trees” lagu kelima langsung tampil dengan tempo yang cepat dan bersahabat ditelinga saya, membuat telinga saya segar kembali. Selanjutnya ada “Joker and The Thief” yang tampil gagah memenangkan title juara sekaligus berhasil mempertahankannya sampai akhir album, lagu ini sangat enak sekali, dan dilagu inilah rasanya Wolfmother menemukan racikan yang paling pas untuk musik yang mereka mainkan.

Tidak berhenti disitu, album ini masih mempunyai 7 lagu lagi. Tapi kepala saya mulai pusing, jadi saya hanya akan menunjukkan lirik “Pyramid” yang saya angggap keren:
“Can you hear the ancient calling,
Se the empires we’ve built are falling,
All we have is the human touch,
The clock is ticking even as we rush”


Kepala saya pusing bukan tanpa alasan, bukan karena album ini tidak bagus ataupun saya tidak menyukainya, tapi musik seperti ini bukanlah makanan sehari-hari saya, melainkan sesuatu yang masih baru bagi saya, karena terlahir dari mendengarkan Blink 182, lalu lari-lari keliling band pop punk lainnya seperti Four Year Strong dan The Wonder Years, barulah mendengarkan Man Overboard dan band ‘kekinian’ lainnya. Dan juga kepala saya pusing karena sudah mendengarkan album ini berkali-kali selama beberapa jam sambil diselipkan beberapa band lain selingan hanya untuk menyegarkan. Jika saya hanya boleh mengatakan satu kalimat tentang album ini, maka saya akan mengatakan “aneh dan keren”. Dan saya makin tertarik untuk mencari keanehan-keanehan lainnya yang mungkin membuat kepala saya pusing.



Selamat malam.

Sunday, May 17, 2015

REVIEW: The Story So Far - The Story So Far / Self Titled




Halo, udah setengah bulan gak nulis diblog ini karena beberapa kesibukan yang gak terlalu menyibukkan seperti kuliah, kuliah, kuliah, beternak & bertani di Harvest Moon dan lainnya. Tapi semua kesibukan yang penting itu disingkirin dulu deh karena The Story So Far bikin album baru. The Story So Far tuh genre yang dimainininnya pop punk dan sejenisnya gitu.

Album The Story So Far yang juga berjudul The Story So Far ini sebenarnya baru dirilis besok, tanggal 18 Mei 2015, tapi karena udah ada free streamingnya di channel youtube Pure Noise record jadi saya udah dengarin (thanks wan). Sedikit info aja sebelum bahas lagunya, artwork album ini dibuat oleh James Fisher, drumernya Basement.

Bagi saya TSSF mempunyai kelebihan tersendiri, dan kelebihannya itu bahkan langsung diperlihatkan dilagu pertama album ini yang berjudul “Smile”, kelebihan itu adalah ini:

“I know it’s been a while,
But i will not fake this stupid smile,
‘Cause you robbed me, fed me the line,
Your bounty was me, took all you could see,
And worked just side by side,
The trust and love we’d abide,
Until you left home thrust with the tide,
And put this hate back inside my eyes,
...”

Diatas adalah potongan lirik “Smile”, lihat bagaimana mereka menulis lirik sepanjang delapan baris dengan semuanya berakhiran “e” tanpa membuat maksudnya susah dimengerti, dan banyak lirik mereka yang dibuat seperti ini, baik dialbum-album sebelumnya maupun lagu-lagu berikutnya dialbum ini. Saya selalu menyukai cara mereka menulis lirik, hal itu membuat lagu mereka enak untuk dinyanyikan, terutama saat lagi dikamar mandi. Iya, gak cuman raper yang bikin lirik kayak gitu.

Tidak banyak yang dapat saya katakan tentang lagu-lagu berikutnya, semuanya enak-enak, terutama “Nerve” lagu ke-7, yang jadi juara satu bagi saya. Setelah “Nerve” diselipkan “Phantom” yang terdengar lebih lembut dari yang lainnya, saya kurang merasa “Phantom” cocok dimasukkan ke Album ini, andai lagu ini ada di album Songs of (2014) pasti rasanya lebih pas.

Sebenarnya bagi saya tidak ada yang begitu wah dari album ini, What You Don't See (2013) masih jadi juara. Bagaimanapun, TSSF masih konsisten dengan musik yang mereka mainkan, tetapi tetap saja setiap album mempunyai nuansa tersendiri. Oh iya, Agustus nanti TSSF akan melakukan tour bersama Man Overboard, dan Indonesia kedapatan jatah 1 kota, yaitu Jakarta pada 30 Agustus. Sedikit curcol, sayang sekali saya gak bisa nonton, dan itu sama Man Overboard pula dan Agustus pula, ah sayang sekali sayang sekali, andai bermain Harvest Moon digaji........




Thursday, April 30, 2015

REVIEW: Bang Bang Club (2010)




Bang Bang Club adalah film yang dirilis tahun 2010. Diadaptasi dari buku berjudul The Bang-bang Club: Snapshots from a Hidden War, yang ditulis berdasarkan pengalaman nyata Greg Marinovich dan Joao Silva. Mengambil tempat berdasarkan kejadian nyata nya di Afrika Selatan, dengan latar waktu antara tahun 1990 dan tahun 1994 ketika terjadi perselihan antara penduduk lokal yang dilatar belakangi masalah politik. Perselisihan yang terjadi bisa dibilang “Civil War” atau perang saudara, ketika perbedaan paham dan tujuan, kedua kubu pun terpecah dan banyak terjadi kekerasan, bentrokan bahkan pembunuhan antara mereka sendiri (penduduk Afrika Selatan) yang sama-sama berkulit hitam.

Menceritakan perjalanan 4 rekan (Greg Marinovich, Kevin Carter, Joao Silva dan Ken Oosterbroek. Film ini menunjukkan bagaimana rasanya bekerja menjadi photographer dikeadaan seperti itu, bagaimana mereka tidak memihak salah satu kubu melainkan hanya melakukan pekerjaan mereka, yaitu menunjukkan kepada dunia apa yang sedang terjadi. Tidak mudah melakukan sebuah pekerjaan ketika bisa membahayakan diri mereka, bahkan mengancam nyawa mereka. Hasil foto mereka pun tidak diterima begitu saja, bukan karena tidak bagus namun karena adanya kepentingan politik dibelakang semuanya.

Film ini menunjukkan bagaimana rasanya ketika seseorang semakin diatas maka makin banyak cobaan yang datang, bagaimana kehilangan seorang teman, bagaimana rasanya melihat sesuatu yang mengerikan terjadi tapi mereka tidak bisa melakukan apapun kecuali mengambil foto yang adalah pekerjaan mereka.

Saya sangat menyukai karakter Kevin Carter yang diperankan Taylor Kitsch, yang pernah memerankan karakter Gambit di film X-Men Origins: Wolverine. Dia berperan sangat baik, dan memiliki peran spesial di film ini walaupun bukan tokoh utama.


Walaupun kisah nyata, film ini bukanlah sebuah dokumenter, melainkan sebuah sajian drama yang tidak basi. Film ini tidak memiliki happy ending ketika semua berakhir baik-baik saja dan semua orang bahagia. Melainkan menyisakan kesan yang mendalam bagi saya pribadi.

Wednesday, April 29, 2015

Mune dan Heddo

Aku Heddo, aku adalah tipe orang pemikir, aku sangat sayang kepada Mune, sahabatku. Aku tidak pernah ingin melihatnya terluka, tapi ia tidak pernah mendengarkanku. Aku heran kenapa ia terus-terusan memaksakan sesuatu, sesuatu yang sudah jelas tidak masuk akal untuk dilakukan. Seperti ketika dia menyukai seseorang, dia terus-terusan mengharapkan orang itu padahal orang itu tidak memperdulikannya, dan hanya membuatnya terluka. Atau ketika dia menginginkan sesuatu, kenapa dia begitu ingin memilikinya, hasratnya terlalu besar, dia seperti tidak berfikir, aku selalu menasehatinya tapi ia begitu angkuh untuk mendengarkanku. Dia begitu kekanak-kanakan, hanya melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensinya, dan aku selalu mengalah untuknya.

Berbeda denganku, aku selalu berfikir jika melakukan sesuatu, aku memikirkan untung dan rugi, sebab akibat dari semua perbuatanku. Aku tidak pernah mau melakukan sesuatu yang hanya menyusahkanku. Banyak yang bilang aku tidak punya perasaan, terlalu rasional, terlalu banyak teori, bahkan ada yang bilang aku bukan manusia, karena aku jarang melakukan kesalahan, tidak mau mengalah dan lainnya. Tapi aku tidak pernah perduli apa yang mereka katakan kecuali jika Mune yang mengatakannya. Dia berkata “Dasar bodoh! Kau terlalu banyak berfikir! Lakukan sajalah biar kau tau rasanya!!” lucu dia menyebutku bodoh padahal dia yang bodoh, tapi dia benar, apa yang dibilangnya tidak selalu salah.

Pernah suatu hari aku membaca buku catatannya, aku menemukan tulisannya yang berbunyi:
“Halo aku mune, aku penuh dengan keinginan dan perasaan. Aku mengajarkan Heddo bahagia dan sedih. Aku tau benar bagaimana caranya membuat diriku senang. Aku tidak egois, Heddo yang selalu melarangku seperti ini dan itu karena dia takut aku terluka. Aku tidak takut terluka jika apa yang aku inginkan bisa aku dapatkan. Heddo selalu saja melarangku, memarahiku. Aku tau dia sahabatku, dan aku tau dia benar, tapi ini urusanku, keinginanku harus dipenuhi, bahkan jika harus membuat diriku terluka itu tidak pernah jadi masalah.”
 Bisa-bisanya dia berkata seperti itu, bisa-bisa nya dia membenciku padahal dia tahu kalau aku benar. Aku tidak bisa membiarkan dia terluka dan aku juga tidak pernah bisa meninggalkannya, aku terlalu menyayanginya. Bagaimanapun, dia sahabatku, dia yang mengajariku merasa bahagia maupun sedih, dia yang mengajariku untuk perduli kepada orang lain, dia mengajariku bagaimana sebenarnya hidup ini, dengan semangatnya yang seperti tak pernah habis.

Jika kamu membaca ini, Mune, aku menyayangimu, aku terus akan melarangmu meskipun kamu tidak menyukainya, lagipula kamu juga gak bakal bertahan kan tanpa aku? Aku ingat ketika kamu sudah terlalu lelah berusaha, kamu akhirnya mendengarkanku, dan semuanya baik-baik saja. Begitu juga aku, aku membutuhkanmu, kalau aku hidup tanpa kamu aku hanyalah sebuah mesin, yang tidak mempunyai perasaan, tidak mempunyai semangat, tidak hidup. Aku butuh kita berjalan beriringan, sahabatku.

Heddo, 29 April 2015


*Mune dan Heddo sebenarnya bukan manusia, Mune () dalam bahasa jepang berarti dada (hati), sedangkan Heddo (ヘッ)  berarti kepala (otak). Dua hal yang selalu bertentangan, dimana otak lebih sering kalah. Konflik yang tidak pernah habis bukan berarti mereka tidak membutuhkan satu sama lain. Mereka berdua hanya perlu menemukan keseimbangan.

Saturday, April 25, 2015

REVIEW: RVIVR - Bicker And Breathe (EP)


Pernahkah kamu melihat seseorang yang begitu cantik/tampan sehingga kamu terkesima dan terhipnotis? Itulah yang saya rasakan sekarang. RVIVR (baca: Reviver) mempunyai dua vokalis, satu perempuan dan satu lelaki, jelas mempunyai karakter vokal yang sangat berbeda, namun mampu dipasangkan secara serasi namun sadis seperti Bonnie and Clyde.

Trek pertama 20 Below, belum sampai 5 detik lagu ini diputar saya sudah punya feeling bakal menyukai album ini, dan ternyata hal itu benar saja, semua bagian dan komponen di band ini melakukan sesuatu yang saya anggap spektakuler. Dilagu pertama ini, nampak jelas bahwa bumbu-bumbu yang mereka gunakan sudah sangat pas, tidak berlebih dan tidak kurang.Goodbyes memperlihatkan bahwa kedua vokalis tidak harus dipasangkan untuk menjaga album ini tetap kedengaran waw, Erica Freas (vokal sekaligus gitar) melakukan bagiannya dengan sangat baik dilagu ini, tentu saja lirik tidak kalah dengan bebunyian yang dihasilkan, seperti "We don't wanna get good at goodbyes".


Entah kenapa In Waves sedikit mengingatkan saya dengan Transit (band), namun dengan versi yang sedikit lebih kasar. Di lagu ini kedua vokalis berbagi peran, ketika Mattie Jo Canino lebih dominan dilagu ini, Erica Freas tak ubahnya seperti sidekick yang tak kalah penting, mereka seperti Batman dan Robin dilagu ini. The Sound sendiri kembali lagi kepada Erica Freas, tempo yang melambat membuat lagu ini memiliki nuansa yang berbeda. Bicker/Breathe menutup album ini dengan cara yang unik, ketika kedua vokalis bernyanyi secara bersamaan, suara yang saling menimpa satu sama lain namun pada akhirnya saling berbagi dan memberi ruang kepada pasangannya untuk mengambil nafas.

RVIVR menyajikan sesuatu yang unik, dan tidak bisa ditebak. Sebuah mini album yang membuat telinga saya orgasm dan memaksa saya berjalan mundur. If you know what I mean.


Friday, April 24, 2015

REVIEW: Gergaji - Diamond Youth (EP)





Diamond Youth adalah rilisan pertama Gergaji dalam bentuk EP, Gergaji sendiri adalah band Hardcore yang berasal dari Jambi, Indonesia. Berinfluence kan band-band seperti Trapped Under Ice, Stick To Your Guns, Inside out, Deez Nuts dan banyak lainnya, EP berisi 4 lagu, dimana satu lagu Intro hanya berisi instrumen membuat 3 lagu sisanya terasa kurang banyak, ibaratkan makanan, EP ini sangat lezat namun tidak mengenyangkan seakan hanya makanan pembuka.

Berisikan 5 pemuda, dimana 3 diantaranya masih duduk di bangku SMA ketika proses pembuatan EP ini, Diamond Youth memenuhi apa yang disebut lebih dari cukup bagi sebuah EP. Tempo dan lirik yang bersemangat, berisi tentang pertemanan ditulis secara simple dan mudah diingat membuat Gergaji menjadi tipe band yang membuat kalian ingin berkeringat, sing a long, atau stagediving ketika melihat mereka live.

5 Kids True Passion menjelaskan siapa dan apa mereka sebenarnya, mereka terdengar seperti sedang menyemangati diri sendiri atas apa yang mereka lakukan. Dimana Remember adalah lagu yang jelas didedikasikan kepada semua teman-teman yang turut mendukung dan membantu proses jalannya band ini. Dan terakhir Diamond Youth menutup EP singkat ini dengan penuh gairah yang membuat telinga saya canggung karena ini adalah trek terakhir.

Melalui 4 lagu ini mereka jelas tahu cara bersenang-senang. Proses pembuatannya sendiri tidak bisa dibilang mudah bahkan jauh dari mudah, baik dari segi dana, packaging dan lainnya. Semuanya yang dilakukan sendiri dan berhasil / jadi dengan susah payah tentu mempunyai kepuasan tersendiri yang belum tentu bisa digantikan dengan uang, dan itulah yang terjadi.

Rilisan fisik nya hanya sedikit, sekitar 50 keping cd atau kurang dari 50 saya lupa. Itupun susah didapatkan, tapi kalau tidak salah masih ada di Jambi Corps Grinder. Sayangnya, kalau sudah habis kamu mungkin tidak akan mendapatkan kesempatan mendengarkan EP ini karena tidak ada free streamingnya. Dan EP ini sangat cocok bagi mereka untuk mengenalkan diri, sebelum full album berikutnya mungkin?

Banyaknya materi yang sudah dibuat namun belum masuk ke studio rekaman membuat saya menunggu-nunggu full album yang katanya sudah direncanakan. Semoga rencana itu terwujud dan tidak hanya menjadi angan tak sampai belaka yang pada akhirnya terlupakan dan meninggalkan noda janggal. Api itu belum padam, bukan?